Mengenang Riyanto, Anggota Banser NU, Teladan Pemuda Muslim Yang Menjaga Ke-Bhinekaan
Pada tahun 2000 silam, merupakan mimpi buruk dari lahirnya aksi terorisme di Indonesia. Pada saat itu masyarakat dikejutkan dengan serangan bom di berbagai tempat di tanah air. Pada penghujung tahun 2000 pihak keamanan sudah siaga umtuk melakukan pengamanan super ketat di
sejumlah rumah ibadah saat menjelang perayaan Natal dan Idul Fitri kala itu.
Semakin maraknya ancaman teror bom pada tahun 2000, GP Ansor berininsiatif untuk membantu kepolisian menjaga dan mengamankan perayaan umat beragama di berbagai pelosok daerah di Indonesia. Di daerah Mojokerto pada 24 Desember tahun 2000, bersama empat sahabat Banser lainnya, Riyanto mendapatkan tugas PAM menjaga Gereja Eben Haezer.
Riyanto kala itu berumur 25 tahun. Anak sulung dari pak Sukirman ini bukanlah anggota polisi ataupun tentara, ia adalah anggota Banser Mojokerto, dengan sepenuh hati ia menjalani tugas PAM. Minggu malam di jam 20.30 WIB, 24 Desember 2000, perhelatan ibadah baru separuhnya berjalan. Riyanto dan sahabat Banser yang lain tetap siaga berjaga.
Di saat waktu menunjukkan pukul 20.30 WIB, misa natal baru berjalan. Tiba-tiba ada yang memberikan info bahwa di depan pintu gereja ada bungkusan hitam yang mencurigakan. Riyanto yang mendengar kabar itu, dengan tangkasnya tanpa ragu khas Banser, membuka bungkusan tesebut. Trnyata isinya adalah kabel yang terhubung dengan rangkaian yang memercikkan api.
Riyanto saat itu kemungkinan besar mengetahui bahwa itu adalah bom rakitann dan sebenarnya ia punya kesempatan untuk kabur sesegera mungkin untuk menyelamatkan dirinya. Namun yang dilakukam Riyanto saat itu sungguh diluar dugaan. Ia malah berteriak dengan lantang "tiaraaaap" sambil berlari mendekap bungkusan tersebut menjauhi gereja dan jemaatnya yang hadir saat itu.
Tak lama kemudian suara ledakan dahsyat akhirnya terdengar, ada sesuatu yang meledak dipelukan Riyanto. Tubuhny terpental hingga ratusan meter. Kuatnya daya ledak bom itu sampai merobohkn pagar beton gereja. Seketika RIYANTO Banser NU langsung menghembuskan nafas terakhirnya dimalam itu, Minggu, 24 Desember 2000. 16 thn yg lalu.
Sungguh heroik apa yang dilakukan Riyanto, menyelematkan banyak nyawa tanpa harus melihat ras dan agama. Riyanto tak bicara toleransi, ia juga tak berbicara kebhinekaan, akan tetapi ia benar-benar melakukan nilai-nilainya. Riyanto adalah sosok yang humanis, walaupun berbeda keyakinan agama tetap dibela, demi misi kemanusiaan, sesuai dengan nawa prasetya Banser.
Riyanto Banser NU memang seorang rakyat kecil, namun apa yang dilakukannya sungguh besar dan mulia, yakni menjaga keutuhan NKRI. Ia adalah teladan sebagai umat beragama yang kaya akan nilai-nilai kemanusiaan. Pelajaran yang sangat berharga yang bisa dipetik dari Riyanto Banser NU. Keluarga Riyanto Banser NU sangat berharap semoga tidak lagi ada dan terulang kasus bom di negeri tercinta ini.
Gus Dur pun pernah mengatakan bahwa “Riyanto telah menunjukan diri sebagai umat beragama yang kaya akan nilai kemanusiaan. Semoga dia mendapatkan imbalan yang sesuai pengorbanannya. Di tengah maraknya aksi kekerasan yang mengatasnamakan agama, sosok Riyanto justru sungguh amat patut jadi teladan bagi kita semua.
Referensi: ANSOR Cyber Media, NU Online
Semakin maraknya ancaman teror bom pada tahun 2000, GP Ansor berininsiatif untuk membantu kepolisian menjaga dan mengamankan perayaan umat beragama di berbagai pelosok daerah di Indonesia. Di daerah Mojokerto pada 24 Desember tahun 2000, bersama empat sahabat Banser lainnya, Riyanto mendapatkan tugas PAM menjaga Gereja Eben Haezer.
Riyanto kala itu berumur 25 tahun. Anak sulung dari pak Sukirman ini bukanlah anggota polisi ataupun tentara, ia adalah anggota Banser Mojokerto, dengan sepenuh hati ia menjalani tugas PAM. Minggu malam di jam 20.30 WIB, 24 Desember 2000, perhelatan ibadah baru separuhnya berjalan. Riyanto dan sahabat Banser yang lain tetap siaga berjaga.
Di saat waktu menunjukkan pukul 20.30 WIB, misa natal baru berjalan. Tiba-tiba ada yang memberikan info bahwa di depan pintu gereja ada bungkusan hitam yang mencurigakan. Riyanto yang mendengar kabar itu, dengan tangkasnya tanpa ragu khas Banser, membuka bungkusan tesebut. Trnyata isinya adalah kabel yang terhubung dengan rangkaian yang memercikkan api.
Riyanto saat itu kemungkinan besar mengetahui bahwa itu adalah bom rakitann dan sebenarnya ia punya kesempatan untuk kabur sesegera mungkin untuk menyelamatkan dirinya. Namun yang dilakukam Riyanto saat itu sungguh diluar dugaan. Ia malah berteriak dengan lantang "tiaraaaap" sambil berlari mendekap bungkusan tersebut menjauhi gereja dan jemaatnya yang hadir saat itu.
Tak lama kemudian suara ledakan dahsyat akhirnya terdengar, ada sesuatu yang meledak dipelukan Riyanto. Tubuhny terpental hingga ratusan meter. Kuatnya daya ledak bom itu sampai merobohkn pagar beton gereja. Seketika RIYANTO Banser NU langsung menghembuskan nafas terakhirnya dimalam itu, Minggu, 24 Desember 2000. 16 thn yg lalu.
Sungguh heroik apa yang dilakukan Riyanto, menyelematkan banyak nyawa tanpa harus melihat ras dan agama. Riyanto tak bicara toleransi, ia juga tak berbicara kebhinekaan, akan tetapi ia benar-benar melakukan nilai-nilainya. Riyanto adalah sosok yang humanis, walaupun berbeda keyakinan agama tetap dibela, demi misi kemanusiaan, sesuai dengan nawa prasetya Banser.
Riyanto Banser NU memang seorang rakyat kecil, namun apa yang dilakukannya sungguh besar dan mulia, yakni menjaga keutuhan NKRI. Ia adalah teladan sebagai umat beragama yang kaya akan nilai-nilai kemanusiaan. Pelajaran yang sangat berharga yang bisa dipetik dari Riyanto Banser NU. Keluarga Riyanto Banser NU sangat berharap semoga tidak lagi ada dan terulang kasus bom di negeri tercinta ini.
Alm. Gus Dur saat acara 5 tahun Haul RIYANTO BANSER di Mojokerto. |
Referensi: ANSOR Cyber Media, NU Online
Tidak ada komentar untuk "Mengenang Riyanto, Anggota Banser NU, Teladan Pemuda Muslim Yang Menjaga Ke-Bhinekaan"
Posting Komentar