Nomophobia, Sindrom Yang Tak Pernah Rela Berjauhan Dengan Gadgetnya

Seberapa buruk Anda saat tidak dekat dengan telepon genggam? Anda punya kebiasaan melihat layar telepon genggam saat mengobrol dengan teman? Anda panik ketika tidak membawa telepon genggam melebihi paniknya ketika dompet Anda tertinggal? atau Anda lebih suka mengobrol melalui dunia maya ketimbang berhadapan langsung? Jika iya, mungkin Anda mengidap sindrom nomopobia akut.

Di era serba digital ini, sering kali kita melihat orang-orang yang sibuk dengan telepon genggamnya masing-masing tanpa memperdulikan orang-orang sekitarnya. Kebiasaan tersebut tidak hanya dilakukan oleh remaja, orang dewasa pun kini tak kalah anehnya. Hal tersebut seakan membuat gadget layaknya "fetish" yang membuat ketertarikan dan merenggut kesadaran pada dirinya masing-masing.

Nomophobia adalah sebuah perasaan takut atau panik yang berlebihan ketika tidak dekat dengan telfon genggam. Secara spesifik Nomophpbia diartikan sebagai "No Mobile Phobia". Istilah tersebut diciptakan pasca studi 2010 oleh Kantor Pos daerah Inggris yang dilakukan oleh YouGov. Studi ini menemukan bahwa hampir 53% pengguna ponsel di Inggris cenderung menjadi cemas ketika mereka kehilangan koneksi telepon geggamnya, lowbatt (kehabisan baterai), atau tidak mendapatkan sinyal yang baik. Studi ini menemukan bahwa sekitar 58% laki-laki dan 47% perempuan menderita phobia semacam ini, dan tambahan 9% merasa stres ketika telepon genggam mereka tidak aktif.

Sebuah survei yang dilakukan oleh SecurEnvoy menunjukkan bahwa anak-anak dan remaja lebih rentan menderita nomophobia. Survei yang sama melaporkan bahwa 77% remaja memiliki kecemasan dan kekhawatiran pada saat tidak dekat dengan ponselnya, dan kerentanan tersebut diikuti oleh kelompok usia 25-34 dan orang tua dengan usia 55 tahun. Seorang nomophobia akan merasa lebih nyaman dan percaya diri apabila dekat dengan  telepon genggamnya.

Fenomena nomophobia memang tidak bisa dilepaskan dari situs jejaring sosial. Phobia semacam ini biasanya dipicu oleh akses internet, kecanduannya hidup didalam dunia maya membuat mereka tidak bisa lepas dari gadgetnya. Pengidap nomophobia akan merasa resah apabila dalam sehari tidak menceritakan kehidupannya di media sosial, entah itu sekedar mencari sensasi seperti check in location, memfoto makanannya sebelum dimakan, dan mereka juga cenderung takut ketinggalan informasi baru yang ada didalam dunia maya. Selain itu, game yang terdapat di telpon genggam juga bisa memicu nomophobia.

Banyak dari mereka yang rela membawa powerbank kemana-mana demi telepon genggam yang ia miliki tidak kehabisan daya energi. Terus munculnya situs jejaring sosial baru dan para penggunanya, membuat pertumbuhan nomophobia semakin pesat. Ketergantungan seperti ini pastinya punya dampak negatif. Jika dikaji dari sisi psikologis,  para pecandu jejaring sosial ini akan kurang memiliki daya penghayatan emosional, akibatnya mereka tidak mendapatkan kebahagiaan dalam hidup yang sebenarnya. Selain itu, mereka  kerap tidak fokus saat menjalani aktifitas ataupun saat dalam percakapan dalam dunia nyata, mereka sering berhalusinasi akan adanya notifikasi dari jejaring sosial.

Meskipun menurut Dr. Sanjay Dixit, seorang psikiater asal Amerika, menyatakan bahwa nomophobia belum bisa dimasukkan ke dalam kategori 'phobia' secara resmi dalam pembukuan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM) yang diterbitkan oleh American Psychiatric Association. Walaupun begitu, hal tersebut tak menutup kemungkinan bahwa nantinya pengidap nomophobia bisa mencapai skala epidemik.

Tidak ada komentar untuk "Nomophobia, Sindrom Yang Tak Pernah Rela Berjauhan Dengan Gadgetnya"