Sejarah Berdirinya Kota Tangerang Selatan

(Dok: Wiki Id)
Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu daerah hasil pemekaran Kabupaten Tangerang. Kota Tangerang Selatan atau yang disingkat dengan Tangsel, terletak di bagian timur Provinsi Banten yaitu pada titik koordinat 106'38' - 106'47’ Bujur Timur dan 06'13'30' - 06'22'30' Lintang Selatan. Tangsel merupakan kota terbesar kedua di wilayah Provinsi Banten, dan juga menjadi wilayah terbesar kelima di kawasan Jabodetabek.

Berdirinya Kota Tangsel melalui proses yang lumayan panjang dan alot. Dimulai ditahun 1999, beberapa aktor intelektual dibalik berdirinya kota Tangsel yakni Drs.Hidayat, Sunaryo Supardi, Ust. Muhari, Ust. Zubaidi Ahmad Saidi, Susetyohadi, dan MB Romsay. Mereka merupakan warga asal Pamulang yang mulai resah dengan beberapa problem seperti kemacetan di pasar Ciputat, sampah, penataan & pengelolaan kota yang tak terurus, dan jarak dari wilayah mereka ke pusat pemerintahan Kab. Tangerang di Tigaraksa terbilang jauh (± 50 km).

Mereka mencoba menuangkan aspiranya untuk mengubah kondisi wilayah Kecamatan Ciputat, Pamulang, Serpong, dan Pondok Aren (Cipasera) menjadi daerah otonomi terpisah dari Kabupaten Tangerang. Hal tersebut diperkuat dengan UU no 22 tahun 1999 yang mengatur tentang Otonomi Daerah. Saat beberapakali perbincangan, pada akhirnya mereka membentuk Komite Persiapan Pembentukan Daerah Otonom Kota Cipasera (KPPDO-KC). Kelompok tersebut diketuai oleh Basuki Rahardjo dengan sekretaris Hidayat berdasarkan hasil pemilihan melalui voting yang mereka buat.

Setelah terbentuk KPPDO-KC, muncul ide untuk membuat korwil di setiap kecamatan dan mereka juga mensosialisasikan idenya dengan menulis artikel diberbagai media cetak. Untuk mempermudah proses persetujuan, mereka membuat tim yang disebar di enam Kecamatan untuk mengumpulkan tanda tangan para sesepuh ataupun tokoh masyarakat. Hampir semua kepala daerah yang mereka temui setuju, namun Kades di Kecamatan Serpong menolak untuk tanda tangan, akan tetapi beberapa Kades lainnya di Kecamatan yang sama menyatakan persetujuannya secara lisan.

Setelah dibekali dengan beberapa tanda tangan dari kepala daerah, KPPDO-KC mengirim surat kepada DPRD Kabupaten Tangerang terkait aspirasinya, namun sayangnya tidak ditanggapi. Karena sudah menunggu lama tetapi tidak direspon,  KPPDO-KC mengirimkan surat kedua yang dibawa langsung oleh ketua dan temani oleh para pengurus. Rombongan tersebut kemudian diterima oleh Komisi A yang saat itu diketuai oleh Norodom Sukarno.

Khamrin Ja’far (Saat itu menjabat Wakil Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Tangerang) mengusulkan untuk menemui semua fraksi. Usaha yang dilakukan KPPDO-KC dengan beberapa kali mengirim surat kepada Ketua DPRD dan Bupati Tangerang (saat itu dijabat oleh Agus Djunara) tidak pernah ditanggapi. Setelah itu Ketua KPPDO-KC mencoba menemui Ketua DPRD (H Dadang Kartasasmita) di rumah dinasnya di kawasan Citra Raya. Dadang mengatakan, pemekaran Kabupaten Tangerang dirasa kurang tepat.

Gagal mendapat persetujuan dari Ketua DPRD, mereka mencoba meloby Patrialis Akbar (Anggota Komisi II DPR-RI), namun ia menyarankan agar sesuai prosedur yakni melalui persetujuan DPRD Kabupaten dan Bupati. Kegagalan kedua tak memutuskan asa dari KPPDO-KC, mereka justru meningkatkan intensitas sosialisasi dan penetrasi dengan menulis artikel di koran lokal dan nasional, menggelar seminar, membuat spanduk diberbagai wilayah Cipasera dan menyebar pamplet- di beberapa tempat.
 
KPPDO-KC menggelar Deklarasi Cipasera di Gedung Pusdiklat Departemen Agama pada Tanggal 31 Maret 2002, yang dihadiri lebih dari 1000 orang dari beberapa lapisan masyarakat. Deklarasi tersebut mendapat pengawalan dari pasukan garda FKPP (Forum Komunikasi Pemuda Pagedangan). Acara itu diliput oleh media cetak dan elektronik baik lokal maupun nasional. Dari situlah timbul kembali harapan yang besar, Tiga hari berselang Ketua KPPDO-KC diundang oleh Stasiun televisi swasta, Metro TV, untuk mengisi acara dialog interaktif. KPDDO-KC menerbitkan buku :”Kajian Awal, Pembentukan Daerah Otonom Kota Cipasera” yang ditulis oleh Basuki Rahardjo dan Hidayat. 

Beberapa organisasi masyarakat di wilayah Cipasera dengan terang-terangan menyutujui gagasan dari KPPDO-KC. Dibentuklah aliansi antar ormas dengan KPPDO-KC dalam bentuk Komisariat Bersama Cipasera yang diketuai dari masing-masing organisasi dan dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal, Hidayat (Ketua KPPDO-KC yang baru). Dengan demikian terbentuklah tiga organisasi baru yang memperjuangkan terbentuknya kota Cipasera yaitu KPPDO-KC (pelopor), Bakor (Badan Koordinasi) Cipasera, dan Komber (Komisariat Bersama) Cipasera.

Basuki Rahardjo sebagai Sekretaris Komisi A menyusun naskah surat dari Komisi A kepada Ketua Panmus (ketua DPRD) yang berisi terkait rekomendasi agar Panitia Musyawarah membuat agenda pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Pemekaran Daerah. Surat ditandatangani oleh Daka Udin (Wakil Ketua Komisi A saat itu). Namun pada rapat Panmus banyak ditentang oleh anggota Panmus lainnya, diantara mereka tidak setuju dengan adanya Pansus.

Al Mansyur sebagai anggota Panmus mengusulkan untuk mengundang Bupati terlebih dahulu. Dari situlah mullai perdebatan sengit, dalam jajak pendapat, Bupati menyatakan setuju asalkan terbentuk menjadi dua kota, akan tetapi itu tidak mungkin. Panmus membentuk Pokja tentang pemekaran daerah (Pokja sebetulnya tidak dikenal di dalam tata tertib DPRD periode th 2004-2009). Pokja kemudian menghasilkan kajian ilmiah dari Prof. DR. Sadu Wasistiono lulusan Universitas Langlangbuana, Bandung, terkait pemekaran daerah Kabupaten Tangerang.

Dalam rapat paripurna yang dilakukan anggota legislatif, diusulkan beberapa nama untuk daerah pemekaran itu antara lain; Kota Cipasera, Kota Ciputat, Kota Serpong, Kota Lengkong, dan Kota Tangerang Selatan. Dari hasil voting saat itu, terpilihlah nama Kota Tangerang Selatan. Sedangkan batas wilayah berdasarkan hasil kajian Prof DR Sadu Wasistiono yakni mencakup Kec. Ciputat, Cisauk, Pamulang, Serpong, dan Pondok Aren. Berarti wilayah Cipasera diusung mengurangkan Kec. Pagedangan.

Atas keputusan bersama, anggota DPRD terpecah dua bagian, ada yang mengikuti rekomendasi Prof Sadu Wasistiono (tanpa Kec.Pagedangan) dan satu lagi mengikuti aspirasi masyarakat (dengan Kec. Pagedangan). Di dalam voting rapat paripurna, ternyata yang memilih tanpa Pagedangan justru lebih banyak.

Sebagai langkah awal pembentukan Tangsel, Bupati Kabupaten Tangerang memekarkan Kec. Cisauk menjadi Kec. Cisauk dan Kec. Setu, Kec.Ciputat menjadi Kec. Ciputat dan Kec. Ciputat Timur, Kec.Serpong menjadi Kec. Serpong dan Kec. Serpong Utara. Untuk Kecamatan Cisauk setelah pemekaran, wilayahnya hanya berada di barat sungai Cisadane. Sedangkan sisanya yang berada di Timur Sungai Cisadane adalah wilayah Kec. Setu.

Pada akhirnya dalam rapat paripurna, ditetapkanlah pembentukan Kota Tangsel dengan batas wilayah Sungai Cisadane. Surat persetujuan dari DPRD dan Bupati setelah itu diserahkan kepada Gubernur Provinsi Banten yang mkemudian diserahkan berkasnya ke DPRD Propinsi Banten untuk dibahas. Setelah proses persetujuan DPRD Provinsi, berkas tersebut disampaikan ke Komisi II DPR-RI dan dibawa oleh Wakil Gubernur Banten bersama Bupati Kabupaten Tangerang dan Pansus Pemekaran Daerah DPRD Kabupaten Tangerang.

Pada tanggal 29 Oktober 2008, Kota Tangerang Selatan diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Indonesia, Mardiyanto, dengan tujuh kecamatan (Kec. Setu, Kec. Serpong, Kec. Serpong Utara, Kec. Pondok Aren, Kec. Pamulang, Kec. Ciputat, dan Kec. Ciputat Timur) hasil pemekaran dari Kabupaten Tangerang yang telah disetujui oleh DPRD Kabupaten Tangerang pada 27 Desember 2006.


Referensi :
id.wikipedia.org
www.tangerangselatankota.go.id
tangerang-selatan-kota.blogspot.com

Tidak ada komentar untuk "Sejarah Berdirinya Kota Tangerang Selatan"