Memperingati 9 Tahun Lumpur Lapindo, Sidoarjo

Pemukiman yang terendam lumpur
Dok. Arif Hidayat pada tahun 2007

Banjir lumpur panas atau lebih dikenal dengan sebutan Lumpur Lapindo adalah sebuah peristiwa menyemburnya lumpur panas yang menyebabkan beberapa wilayah pemukiman sekitar Dusun Balongnongo, Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia, tergenang sejak tanggal 29 Mei 2006. Pihak dari Lapindo Brantas Inc. disebut-sebut adalah perusahaan yangbergerak dalam bidang melakukan proses pengeboran minyak dan gas bumi yang harus bertanggung jawab atas kejadian itu semua.

Pada Jumat (29/05/2015) beberapa warga yang menjadi korban dari semburan Lumpur Lapindo menggelar unjukrasa untuk memperingati 9 tahun bencana tersebut sudah terjadi. Sejumlah kegiatan sudah dipersiapkan sebelumnya untuk memperingati agenda tersebut. Kegiatan tersebut salah satunya adalah pawai ogoh-ogoh yang diarak menuju tanggul bekas Desa Siring.

Relawan dari anggota Walhi sudah mempersiapkannya, ia menganggap ogoh-ogoh tersebut sebagai bentuk protes untuk mempertanggungjawabkan apa yang terjadi saat ini di Porong. "Patung ogoh-ogoh dibentuk menyerupai bos PT Lapindo, Aburizal Bakrie, yang dinilai korban lumpur sebagai orang yang paling bertanggung jawab pada bencana lumpur Sidoarjo," ucap Rere Kristanto, pada hari Kamis (28/5/2015) malam sebelum melakukan aksi untuk esok harinya."Selain membawa patung, warga juga membawa poster berisi tulisan-tulisan ungkapan hati sebagai korban lumpur, Warga seperti bernostalgia bahwa di lokasi tersebut pernah ada kehidupan sosial. Kini hilang karena bencana lumpur," lanjut Rere saat dimintai konfirmasi.

Spanduk dan ogoh-ogoh patung Bos PT Lapindo yang dibawa warga
(Mongabay/Tommy Apriando)
Selain itu, ada pameran puluhan patung seukuran manusia yang dibuat oleh Dadang Christanto. Sebelumnya Dadang juga membuat aksi teatrikal mandi lumpur di tanggul Lumpur Sioarjo pada hari Minggu (24/5). Saat menggelar teatrikalnya, ia membawa sembilan orang sebagai simbol sembilan tahun lumpur Lapindo. "Kami datang pukul lima pagi, selesai pukul delapan. Mereka mandi lumpur sambil membawa bendera merah putih," ujar Dadang.

Pemerintah pusat harusnya tegas memberi sanksi ddan meminta pertanggung jawaban kepada perusahaan tersebut, karena mereka telah lalai menjalankan pekerjaannya sehingga mengakibatkan warga menjadi korban dari semburan lumpur tersebut. Jika ada pemeliharaan secara rutin, mungkin masalah ini bisa terselesaikan.

Pemerintah juga harus rela bantu mengganti rugi pemukiman yang terendam oleh lumpur, kalau luapan lumpur tersebut sudah bisa dikendalikan, toh lahan tersebut akan menjadi hak milik dari Pemkot setempat. Selama masih belum ada solusi dari permasalahan ini dan warga belum mendapat biaya ganti rugi, aksi-aksi semacam ini akan terus ada dan menjadi agenda rutin tahunan. Semoga saja semua akan terselesaikan dan warga mendapatkan hak-haknya secara penuh.


Tidak ada komentar untuk "Memperingati 9 Tahun Lumpur Lapindo, Sidoarjo"