Dari Candu Cinta Sampai Jadi Budak Cinta

Bucin
Cinta bisa mencitrakan perasaan positif, namun ada kalanya juga bisa menjadi hal yang destruktif.  Tak jarang, orang yang sedang jatuh cinta, ataupun patah hati karena cinta, bisa melakukan hal-hal yang diluar nalar. Istilah kekiniannya, orang tersebut akan dianggap sebagai bucin, yaitu akronim dari budak cinta.

Tak berbeda seperti narkotika, cinta pun bisa membuat seseorang menjadi candu. Seperti itulah penilaian dari seorang profesor psikologi bernama Jim Pfaus (Concordia University). Seseorang akan merasakan sensasi gelisah jika cintanya, tak sesuai dengan ekspektasi. Cemas, frustrasi, menjadi cengeng, kehilangan nafsu makan atau bisa sebaliknya, insomnia atau malah menjadi sering tidur, gampang marah, dan merasa kesepian, merupakan gejala umum yang dirasakan jika cintanya tak terbalas.

Candu terhadap cinta memang bukanlah sebuah kategori gangguan dalam buku DSM 5. Akan tetapi, candu cinta bisa merubah pola hidup dan prilaku seseorang yang mengganggu kehidupan sehari-harinya. Saat seseorang telah merasa candu terhadap cinta, ia tak segan-segan untuk menghabiskan waktu dan energi, demi orang yang dicintainya.

Jika ditelisik lebih jauh, candu cinta memang lebih mengarah kepada obsesi, mereka lebih mengutamakan pasangannya ketimbang dengan diri mereka sendiri. Hal itulah yang membuat pola hidup para pecandu cinta jadi tak menentu.

Ada berbagai alasan mengapa seseorang bisa menjadi candu terhadap cinta, pengalaman di masa lalu merupakan penyebab terbesarnya. Ia tak mampu untuk mengontrol perasaan yang yang ada dalam dirinya. Terlebih pada mereka yang pernah ditinggalkan orang tua. Jika pada saat masih kecil seseorang merasa kurang kasih sayang dari orang tua, saat bertumbuh dewasa, ia lebih memungkinkan untuk mencari pembenaran, cinta, dan berbagai perasaan yang tak ia dapatkan di masa lalu.

Kurangnya kasih sayang pada saat anak sedang berkembang, akan berpengaruh pada penilaian dirinya di saat usia dewasa. Memiliki ketakutan akan ditinggalkan, merupakan efek lain dari kenangan di masa lalunya. Seorang antropolog biologi bernama Helen Fisher, mengungkapkan berbagai gejala yang sering terjadi pada pecandu cinta. Antara lain seperti, memiliki sikap kompulsif terhadap pasangan, rela mengorbankan diri sendiri, dan berani melakukan hal-hal yang begitu beresiko.

Berkembangnya teknologi, justru membuat pecandu cinta semakin menjadi-jadi. Sosial media dianggap sebagai faktor penyebab pecandu cinta, merasa sulit untuk mengabaikan obsesinya, terlebih pada mantan pacar. Ditambah lagi, kondisi candu cinta akan semakin kronis apabila ia menjumpai sesuatu yang memiliki hubungan dengan pengalaman cintanya. seperti halnya saat melihat tempat, ataupun mendengarkan lagu yang mengingatkannya pada masa-masa kasmaran.

Sebuah studi yang dirilis pada Journal of Neurophysiology, menyatakan bahwa bagian otak yang berhubungan dengan adiksi dan reward system, terlihat aktif saat partisipan diperlihatkan foto mantan kekasih. Pada saat cinta terbalas, hati akan merasakan kebahagian. Tapi jika sebaliknya, dopamin akan terus mencari cara agar hasratnya tersalurkan dan kembali merasa senang. Inilah alasan mengapa seseorang sering melakukan stalking mantan pacar melalui media sosial, hanya sekedar untuk mendapatkan reward dalam pikirannya,

Meskipun persoalan ini begitu rumit, tapi bukan berarti tak bisa dihindari. Yang perlu kita ingat adalah, sebelum mencintai seseorang, maka cintailah diri sendiri terlebih dulu. Agar nantinya, kita tak akan menjadi ketergantungan rasa terhadap orang yang dicintai.

Tidak ada komentar untuk "Dari Candu Cinta Sampai Jadi Budak Cinta"